Prabowo Diminta Dorong Raksasa Teknologi Bangun Infrastruktur Digital di Indonesia
Pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto, didorong untuk lebih proaktif dalam mengajak perusahaan teknologi global seperti Google, Netflix, dan YouTube berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur digital di Indonesia. Jika perusahaan-perusahaan ini tidak bersedia terlibat langsung, pemerintah diminta menerapkan kebijakan berbagi pendapatan antara platform Over-the-Top (OTT) dengan operator telekomunikasi lokal yang telah membangun jaringan internet.
Permintaan ini datang dari Dewan Pengawas Masyarakat Telematika (MASTEL), Agung Harsoyo. Ia menyoroti bahwa platform OTT seperti Facebook, Google, dan Netflix memberikan beban sangat besar pada jaringan data nasional karena lonjakan trafik yang mereka hasilkan. Di sisi lain, platform-platform tersebut mendapatkan keuntungan besar dari layanan berlangganan dan iklan, tanpa memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan infrastruktur internet di Indonesia.
Lonjakan Pendapatan OTT Global
Pada tahun 2024, Netflix mencatatkan pendapatan sebesar US$13 miliar atau sekitar Rp631 triliun. Proyeksi pendapatan mereka pada 2025 bahkan lebih tinggi, yaitu mencapai Rp720 triliun. Jumlah ini hampir empat kali lipat pendapatan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. dan 12 kali lipat pendapatan PT Indosat Tbk. di periode yang sama.
Sementara itu, induk Google, Alphabet Inc., mencatatkan pendapatan sebesar Rp1.376 triliun hanya dari bisnis iklan selama kuartal kedua 2024. Angka ini delapan kali lebih besar dari pendapatan Telkom dan 24 kali lebih besar dari pendapatan Indosat. Data ini semakin memperkuat argumen bahwa platform OTT global mendapat manfaat besar dari pengguna internet Indonesia, namun tidak sebanding dengan kontribusi mereka terhadap pengembangan jaringan.
Model Kerja Sama Internasional yang Bisa Ditiru
Agung menyarankan agar pemerintah dapat mencontoh negara-negara Asia seperti India dan Korea Selatan dalam mengatur hubungan antara OTT dan operator telekomunikasi. Dua model kerja sama yang bisa diterapkan adalah:
- Fair Share Model (Korea Selatan): Berdasarkan volume trafik data yang dihasilkan, OTT wajib membayar biaya recovery kepada operator.
- Revenue Sharing Model (India): Platform OTT harus berbagi sebagian pendapatan dari iklan dan langganan dengan operator telekomunikasi.
Langkah ini dinilai penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem digital dan meningkatkan investasi infrastruktur di dalam negeri.
Desakan dari Operator Telekomunikasi
Di India, para pemimpin operator telekomunikasi seperti Reliance Jio, Bharti Airtel, dan Vodafone Idea juga telah menyampaikan aspirasi serupa. Mereka meminta platform OTT yang menjadi sumber utama trafik data, disebut sebagai Large Traffic Generators (LTGs), ikut serta dalam menanggung biaya jaringan. Namun, usulan ini tidak ditujukan bagi startup atau pelaku usaha kecil.
Selain isu kontribusi OTT, industri telekomunikasi juga membahas tantangan regulasi pajak, termasuk kesulitan klaim input tax credit. Ini menjadi salah satu fokus utama dalam pertemuan antara Menteri Komunikasi dan Digital India dengan pelaku industri.
Perlindungan Keamanan Nasional dan Kedaulatan Data
Agung juga menekankan perlunya aturan yang mengikat antara platform OTT dan operator telekomunikasi demi menjaga keamanan nasional. Salah satu masalah yang kini marak adalah penyalahgunaan layanan OTT seperti WhatsApp untuk aksi penipuan dan pengiriman kode OTP (One Time Password).
Permasalahan semakin rumit karena data pengguna platform OTT global umumnya disimpan di luar negeri, sehingga sulit untuk diakses oleh otoritas Indonesia. Regulasi yang ada saat ini, seperti PP No. 46/2021 dan PM Kominfo No. 5/2021, belum memiliki sifat imperatif atau mengikat secara hukum. Meskipun awalnya pemerintah ingin membuat kewajiban hukum bagi OTT untuk bekerja sama dengan operator, rencana tersebut terganjal perbedaan pandangan antara kelompok pro investasi dan pro kedaulatan.
Langkah Strategis yang Perlu Diambil
Agung menyarankan agar pemerintah mengambil langkah lebih tegas dan progresif dalam mengatur ekosistem digital. Penguatan regulasi yang bersifat imperatif akan memastikan bahwa penggunaan infrastruktur nasional oleh platform global diimbangi dengan kontribusi nyata.
Dalam Rapat Dengar Pendapat di DPR, Wakil Ketua Komisi VI Andre Rosiade juga menyatakan keprihatinan atas ketimpangan antara investasi besar operator telekomunikasi di Indonesia dengan keuntungan besar yang diraih oleh OTT. Menurutnya, regulasi yang adil tidak hanya akan menguntungkan Telkom, tetapi seluruh pelaku industri dan mendukung pemerataan layanan digital di seluruh Indonesia.
Saat ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sedang menyusun peta jalan kebijakan strategis untuk memperkuat ekosistem digital nasional. Langkah ini merupakan bagian dari upaya mendukung visi pemerintahan Presiden Prabowo dalam membangun infrastruktur digital yang berkelanjutan dan inklusif.