Masalah dalam Pelaksanaan SPMB 2025 di Jabodetabek
Pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 di wilayah Jabodetabek telah menimbulkan berbagai permasalahan yang cukup signifikan. Meskipun pendaftaran sudah dibuka di sebagian besar daerah, kendala-kendala yang muncul mengganggu kelancaran proses penerimaan siswa baru di sekolah negeri. Hal ini memicu kekhawatiran dan keresahan di kalangan calon siswa serta orang tua.
Dugaan Kecurangan, Pungutan Liar, dan Jual-Beli Kursi
Salah satu masalah serius yang mencuat adalah dugaan praktik jual-beli kursi dalam proses penerimaan peserta didik. Di Banten, misalnya, terdapat informasi tentang adanya “kursi titipan” untuk penerimaan siswa tertentu. Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, mengonfirmasi bahwa kasus ini benar terjadi dan pihak terkait telah mendapatkan peringatan dari partai politik tempat ia bernaung.
Selain itu, Ombudsman RI mencatat masih banyak laporan terkait pungutan liar yang tidak sesuai aturan. Biaya tambahan seperti uang pembangunan, komite sekolah, seragam, buku, hingga biaya perpisahan menjadi temuan utama dalam pengawasan mereka. Untuk itu, seluruh pihak terkait, termasuk kepala sekolah dan madrasah, telah diingatkan agar mematuhi ketentuan yang berlaku.
Minimnya Sosialisasi kepada Orang Tua
Banyak orang tua yang merasa kesulitan karena minimnya sosialisasi mengenai sistem pendaftaran yang sepenuhnya daring. Fera, salah satu orang tua asal Jakarta Selatan, mengaku sangat bingung saat menghadapi proses pendaftaran anaknya. Ia bahkan baru membuat akun pendaftaran pada hari terakhir pendaftaran.
“Saya enggak tahu caranya bagaimana. Jadi saya datang ke posko, saya minta tolong, saya bilang saja saya enggak tahu apa-apa,” ujar Fera saat ditemui di posko pelayanan SMAN 70 Jakarta Selatan.
Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa sistem pendaftaran yang berubah secara mendadak tanpa persiapan dan edukasi yang memadai menyulitkan wali murid yang kurang familiar dengan teknologi.
Gangguan pada Portal Pendaftaran
Masalah lain yang tak kalah penting adalah sulitnya mengakses portal pendaftaran SPMB 2025. Banyak orang tua dan calon siswa mengeluhkan situs yang lambat, error, atau bahkan tidak bisa diakses sama sekali karena server overload. Aditya, salah satu orang tua, mengatakan sudah berkali-kali mencoba login tetapi gagal.
“Saya khawatir jika kendala teknis ini membuat anak saya gagal mendapatkan sekolah yang diinginkan,” tuturnya.
Di Depok, situasi serupa juga terjadi. FA, salah satu orang tua, mengeluhkan sistem pendaftaran yang tidak stabil, sehingga dokumen yang dia unggah belum diverifikasi oleh sistem. Hal ini menambah kekecewaan masyarakat terhadap infrastruktur digital yang digunakan dalam SPMB.
Permasalahan Data Kartu Keluarga
Beberapa orang tua juga mengalami penolakan akibat masalah data Kartu Keluarga (KK). Bayu, warga Jatinegara, mengaku kesulitan mendaftarkan anaknya karena sistem menolak KK yang alamatnya telah berubah akibat gusuran. Padahal, perpindahan hanya berbeda RT/RW, sementara kelurahan dan kecamatan tetap sama.
Bayu kemudian diminta untuk mendaftar ulang dengan mencantumkan dua alamat saat proses verifikasi. Pengalaman ini membuktikan bahwa sistem SPMB belum sepenuhnya mampu menyesuaikan dengan kondisi riil masyarakat, terutama yang mengalami perubahan domisili.
Evaluasi dan Solusi yang Diperlukan
Untuk mengatasi berbagai masalah ini, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem SPMB. Penyempurnaan platform digital, peningkatan sosialisasi, serta transparansi dalam proses seleksi menjadi prioritas utama. Selain itu, langkah-langkah preventif harus diambil untuk mencegah terjadinya pelanggaran administratif seperti pungutan liar atau intervensi pihak tertentu dalam penerimaan siswa.
Pemerintah daerah dan pusat perlu bekerja sama untuk memastikan semua anak memiliki akses pendidikan yang adil dan tanpa hambatan teknis maupun administratif.